UU Perlindungan Konsumen

Banyak dari kita sebagai Konsumen Belum mengethaui hak dan kewajiban sebagai Konsumen. Oleh karena itu saya menyediakan UU Perlindungan Konsumen. Disadur dari

http://74.125.153.132/search?q=cache:Ax9J87Vf3nQJ:www.esdm.go.id/regulasi/uu/doc_download/268-undang-undang-no8-tahun-1999.html+Undang+Undang+perlindungan+konsumen&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila
dan UndangUndang Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan perekonomian nasional opada era
globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ jasa yang
memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan
kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari
proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan
keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar;
d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen
perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang
bertanggung jawab;
e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan
konsumen di Indonesia belum memadai
Halaman 1Page 2

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan
perangkat peraturan perundangundangan untuk mewujudkan
keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku
usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;
g. bahwa untuk itu perlu dibentuk undangundang tentang
perlindungan konsumen.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang
Undang Dasar 1945
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam undangundang ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi.
Halaman 2Page 3

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang
dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang
akan dan sedang diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non
pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.
11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani
dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk
membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Halaman 3Page 4

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hakhaknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Halaman 4Page 5

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
Halaman 5Page 6

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

BAB IV
PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
Halaman 6Page 7

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.

Halaman 7Page 8

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 9

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori
tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan katakata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Halaman 8Page 9

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan;
a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah telah memenuhi standar mutu
tertentu;
b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah tidak mengandung cacat
tersembunyi;
c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;
e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain;
f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku
Halaman 9Page 10

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah
yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cumacuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan
cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan
cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.

Pasal 16

Halaman 10Page 11

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.

Pasal 17

(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai
periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
Halaman 11Page 12

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang
undang ini.

Halaman 12Page 13

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Pasal 19

(1)
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
(3)
Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4)
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.

Pasal 20

Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Pasal 21

Halaman 13Page 14

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila
importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar
negeri.
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa
asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.

Pasal 22

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan
tanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan
pembuktian.

Pasal 23

Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi
ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau
mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Pasal 24

(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun
atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi.
Halaman 14Page 15

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang
membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan
perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 25

(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurangkurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan
yang diperjanjikan.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan;
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang
disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Pasal 27

Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen, apabila:
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
Halaman 15Page 16

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. cacat barang timbul pada kemudian hari;
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.

Pasal 28

Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggungjawab
pelaku usaha.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 29

(1)
Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
(2)
Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri
teknis terkait.
(3)
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
(4)
Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi upaya untuk:
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha
dan konsumen;
Halaman 16Page 17

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c. meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 30

(2)
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
(3)
Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(4)
Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(5)
Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku dan membahayakan
konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
(6)
Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat
disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
(7)
Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

Bagian Pertama
Halaman 17Page 18

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas

Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan
Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 32

Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik
Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 33

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia.
Pasal 34

(1)
Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;
d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
Halaman 18Page 19

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
(2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen
internasional.

Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 35

(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiriatas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurangkurangnya 15 (lima belas)
orang dan sebanyakbanyaknya 25 (duapuluh lima) orang anggota yang mewakili
semua unsur.
(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
RepublikIndonesia.
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
selama (3) tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.
(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36

Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
Halaman 19Page 20

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. pelaku usaha;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
d. akademis; dan
e. tenaga ahli.
Pasal 37

Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan
f. berusia sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 38

Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:
a. meninggaldunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
f. diberhentikan.
Pasal 39

(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen, Nasional dibantu
oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang
diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Halaman 20Page 21

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pasal 40

(1) Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk
perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
(2) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 41

Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan
tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

Pasal 42

Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada
anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IX
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT

Pasal 44

(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat.
Halaman 21Page 22

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA

Bagian Pertama
Umum

Pasal 45

(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Halaman 22Page 23

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Pasal 46

(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah
untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan
sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban
yang tidak sedikit.
(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Halaman 23Page 24

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pasal 47

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu
untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 48

Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang
peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.

BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

Pasal 49

(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II
untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Republik Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. berkelakuan baik;
d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;
f. berusia sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Halaman 24Page 25

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha.
(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikitdikitnya 3
(tiga) orang, dan sebanyakbanyaknya 5 (lima) orang.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)
terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota;
b. wakil ketua merangkap anggota;
c. anggota.
Pasal 51

(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat.
(2) Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 52

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
Halaman 25Page 26

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undangundang ini;
e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undangundang ini.
Pasal 53

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian
sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.

Pasal 54

(1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
Halaman 26Page 27

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikit
sedikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.
(3) Putusan majelis final dan mengikat.
(4) Ketantuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat
keputusan menteri.

Pasal 55

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.

Pasal 56

(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku
usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14
(empatbelas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan
oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan
tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan
perundangundangan yang berlaku.
(5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Pasal 57

Halaman 27Page 28

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan
eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Pasal 58

(1) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (duapuluh satu) hari sejak
diterimanya keberatan.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 59

(1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang
perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undangundang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukm yang diduga
melakukan tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;
Halaman 28Page 29

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta
melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.

BAB XIII
S A N K S I

Bagian Pertama
Sanksi Administratif

Pasal 60

(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal
25 dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00
(duaratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan.

Bagian Kedua
Halaman 29Page 30

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Pidana

Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

Pasal 62

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf
e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f
dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.

Halaman 30Page 31

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Segala ketentuan peraturan perundangundangan yang bertujuan melindungi konsumen
yang telah ada pada saat undangundang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
undangundang ini.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65
Undangundang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

Manding

Manding terletak di Desa Manding, Kelurahan Sabdodadi, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Manding terletak di di Jl. Parangtritis km 14,5 Bantul Yogyakarta. Manding berjarak 14,5 km dari ibu kota Yogyakarta dan berjarak 5 km dari ibu kota kabupaten Bantul. Manding memiliki 5 RT yaitu RT 4, RT 5, RT 6, RT 7, dan RT 8.

Manding terkenal sebagai sentra produk kulit. Saat ini jumlah pengrajin mencapai 65 orang yang tersebar secara merata di RT 4, RT 5, RT 6, RT 7,dan RT 8. Jumlah pengerajin manding mengalami penurunan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, hal ini disebabkan krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998 dan krisis global pada tahun 2008.

Mata pencaharian masyarakat Manding pada saat ini adalah pengrajin, PNS, wirausaha, tukang kayu, tukang batu, buruh serabutan dan petani. Manding memiliki beberapa fasilitas untuk menunjang kegiatan kemasyarakatan antara lain WC umum, ATM (walaupun sekarang untuk sementara tidak terpakai lagi), Bale desa, UPT ( Unit Pelayanan Terpadu), gedung puskesmas, masjid.

Adat istiadat jawa masih terasa kental di Manding, hal ini ditunjukan dengan pemakaian bahasa jawa kromo dalam percakapan sehari-hari, serta masih dilakukannya upacara adat. Upacara adat yang dilakukan antara lain tukonan, tingkepan, puputan, sunatan, pitung dina, patang puluhe, satuse, setahune. Kesenian jawa juga berkembang dengan baik di manding, hal ini ditunjukan dengan adanya sanggar tari, karawitan, kethoprak, mocopat, wayang kulit dan jatilan.

Manding terdapat beberapa paguyuban yaitu Karya Sejahtera yang diketuai oleh Bapak Sarjimin, GMT (Gabusan Manding Tembi) yang diketuai oleh Bapak Jumakir, Pokdarwis yang diketuai oleh Bapak Mujiman, dan OPPM (Organisasi Pemuda Pemudi Manding) yang diketuai oleh Widarto. Karya Sejahtera merupakan perkumpulan pemilik showroom dan pengrajin di Manding. GMT merupakan organisasi gabungan lintas daerah untuk mengembangkan wilayah Gabusan, Manding, Tembi. Pokdarwis merupakan organisasi yang bergerak di bidang seni dan budaya. OPPM merupakan sebuah wadah untuk kegiatan pemuda dan pemudi Manding.

Produk yang dihasilkan di Manding berupa tas, wadah hp, topi, dompet, figura, box, ikat pinggang, sandal, gantungan kunci, jaket, dan sepatu. Bahan baku yang digunakan antara lain aneka macam kulit (sapi, dan kambing), daun pandan, vinnyl, lidi, enceng gondok, serat alami, dan kulit kayu. Saat ini manding belum ada penyamakan kulit sehingga bahan baku kulit harus diambil dari luar manding. Harga kulit sekarang ini sangatlah mahal karena mengikuti kurs dollar dan terkena biaya transport. Oleh karena itu banyak pengrajin manding yang beralih ke bahan-bahan alami.

Pada saat ini produk manding ditopang oleh produk dari luar manding, sehingga kualitas barang yang dijual di manding sangatlah kurang dibandingkan dengan produk asli manding. Hal ini bertujuan untuk menekan ongkos produksi yang semakin membengkak. Produk asli manding pada umumnya dihasilkan untuk memenuhi pesanan dari konsumen.

Pasar dari produk manding telah menembus pasar internasional dan nasional, untuk pasar internasional telah menembus Amerika Serikat, Eropa dan Asia. Sebagian besar produk manding dikirim ke bali, produk yang dikirm ke bali antara lain tas, box, tempat biola.

Saran untuk melintasi jembatan ramai

Pertama-tama kita lihat peraturan yang berlaku di setiap negara. Setahu saya di negara-negara eropa maupun di asia khusus nya jepang dan singapura memberlakukan sebuah aturan dimana setiap kendaraan diwajibkan berhenti ketika melihat orang akan menyeberang di zebra cross jika tidak berhenti akan dikenai denda.  Akan tetapi ketika orang tersebut menyeberang tidak pada zebra cross akan dikenai denda pula. Kita harus mempertimbangkan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk memberikan kenyamanan bagi penyeberang jalan dan seberapa besar manfaatnya. Untuk menyeberang sebuah jembatan kita melihat terlebih dahulu ukuran dari lebar jembatan dan tingkat keramaian dari suatu jalan. Ada baiknya diberi lampu lalu lintas pada kedua  muka jembatan atau minimal diberi tanda zebra cross. Ketika lampu lalintas dan zebra cross sudah tidak dapat mengatasinya maka dibangun jembatan penyeberangan di salah satu sisi jembatan. Jika tidak memungkinkan jembatan penyeberangan diatas maka ada baiknya dibangun jembatan penyeberangan bawah tanah. Dengan demikian para pelancong maupun orang tua yang membawa anak dapat menyeberang dengan tenang. Jika dipandang dari penggunaannya maka ada baiknya setiap sisi dari jembatan diberikan jalan khusus untuk pejalan kaki dimana lebar dari jalan tersebut masing-masing sebesar 1,25m.  dengan demikian orang dapat melewati jembatan dengan tenang khususnya para penyandang cacat.

Presentation??

Presentation???
Kata presentasi sangat akrab di telinga kita, terutama pada saat mencari beasiswa ataupun mengemukakan tentang kemajuan sebuah aktivitas maupun proyek. Akan tetapi sangatlah susah untuk menampilkan sebuah presentasi yang baik.Berikut ini contoh kesalahan yang sering dilakukan pada saat presentasi:
1. Ruang rapat yang gelap.
2. Slide dengan poin berjejer-jejer.
3. Huruf-huruf yang terlalu kecil, atau terlalu gelap, atau yang berlatar belakang terlalu terang.
4. Teks dan gambar yang berputar-putar.
5. Musik yang mengganggu, atau bahkan mencuci otak.
Pada hakekatnya presentasi menjadi peperangan antara penyaji yang tidak kompeten melawan hadirin yang ingin kabur. Untuk menyajikan presentasi yang baik diperlukkan beberapa langkah antara lain:
Point 1 : Untuk meyakinkan pendengar, jangan memilih cara inkonvensional (tidak lazim), tapi sampaikan presentasi yang “berisi” agar bisa difahami oleh pendengar.
Point 2 : Faktor penting dalam presentasi adalah keseluruhan ide yang disampaikan harus dapat difahami oleh pendengar
Point 3 : Pada akhir presentasi, sangat dianjurkan untuk mengulas kembali point-point penting yang dipresentasikan
Point 4 : Pemakaian demonstrasi eksperimen merupakan hal yang menarik. Siapkan beberapa alternatif yang akan didemonstrasikan pada pendengar.
Point 5: Perhatikan pengaturan waktu/scheduling dalam menyampaikan presentasi. Jika presentasi terasa berjalan lambat, anda perlu untuk meringkas materi yang disajikan.
Point 6: Perlunya berlatih presentasi di depan teman/kolega
Point 7 : Cek lah projector sebelum melakukan presentasi.

Daftar pustaka:

http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=HHcN4829&kat=3
http://asnugroho.wordpress.com/2007/01/29/bagaimana-memberikan-presentasi-yang-menarik-dan-efektif/

Ambil Sampel yuk..

Populasi dan sampel

Hakekat dari sampling adalah mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi tersebut berdasarkan suatu teknik pengambilan sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu.

Contoh populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu tertentu, mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian sosial, penduduk dengan rentang umur tertentu, artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan setiap artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu.
Pada suatu lembaga yang beranggotakan 100 orang akan diminta informasi mengenai pengaruh dari penurunan harga Bahan Baku Minyak (BBM). Jika 100 orang tersebut diambil semua datanya sebagai kuesioner maka penelitian tersebut termasuk cara sensus. Jika data yang diambil hanya 20 orang saja maka disebut sebagai teknik sampling

Teknik –Teknik yang Digunakan:
1. Teknik Pengambilan Sampling
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih.

2. Teknik Pengambilan Sample Cluster
Strategi pengambilan sample dilakukan dengan cara memilih unit sampling dengan menggunakan formulir tertentu sampling acak. Unit akhir ialah kelompok tertentu, pemilihan kelompok tersebut dilakukan secara random dan dihitung masing-masing kelompok.
Keuntungan menggunakan teknik ini ialah jika kluster didasarkan pada perbedaan geografis maka biaya penelitiannya menjadi lebih murah.
Karakteristik kluster dan populasi dapat diestimasi. Kelemahannya ialah membutuhkan kemampuan untuk membedakan masing-masing anggota populasi secara unik terhadap kluster, yang akan menyebabkan kemungkinan adanya duplikasi atau penghilangan individu-individu tertentu.

3. Teknik Bola Salju (Snowball)
Memilih unit-unit yang mempunyai karakterisitik langka dan unit-unit tambahan yang ditunjukkan oleh responden sebelumnya. Keuntungannya ialah hanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Kelemahannya ialah keterwakilan dari karakteristik langka dapat tidak terlihat di sample yang sudah dipilih.
Sumber
asropi.wordpress.com

Teruslah untuk bermimpi…

Andai aku menjadi seorang ahli elektro dan Kimia
Andai aku menjadi seorang yang ahli dalam bidang elektronik, saya mempunyai cita-cita untuk membuat sebuah alat pendekteksi penyakit HIV/AIDS. Dimana saat ini biaya yang dibutuhkan sangat mahal untuk mengetes seseorang terjangkit virus HIV/AIDS. Alat ini akan saya beri nama AIDS Strike Utility. Alat ini berfungsi alat tester penyakit AIDS serta hasilnya dapat langsung diketahui dan merupakan alat sekali pakai seperti alat pengecek kehamilan. AIDS Strike Utility memiliki bentuk seperti pena dimana memiliki ukuran 15cm*d.3cm dan memiliki dua bagian utama. Bagian pertama berisi larutan kimia berfungsi untuk mendekteksi ada tidaknya virus HIV/AIDS yang terkandung dalam darah. Bagian kedua terdiri dari rangkaian elektro yang berfungsi sebagai database dan pengambil keputusan serta menampilkan hasilnya pada LCD. Alat ini hanya berfungsi sekali pakai khususnya bagian pertama.
a. Penggalian Gagasan (Latar Belakang)
Ide munculnya AIDS Strike Utility berasal dari semakin bertambahnya jumlah penderita AIDS. Serta mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mengetahui kondisi dari pasien apakah terjangkit AIDS atau tidak serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengetahui hasil dari tes.
Berdasarkan alasan di atas saya mencoba membuat alat dimana alat tersebut dapat mengetahui hasil secara akut dan dengan watu yang singkat. Serta alat ini dapat dipakai berulangkali hanya dengan mengganti bagian kimia nya dan mereset bagian elektronya.

b. Tujuan Pembuatan
1. AIDS Strike Utility ini bertujuan untuk membantu pencegahan tersebarnya penyakit AIDS dengan cara mengetahui kondisi dari diri sendiri maupun orang lain.
2. Berkurangnya biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan tes.
3. Membantu peningkatan mutu dari peralatan kesehatan.

c. Spesifikasi:
Kelemahan
1. Alat ini membutuhkan baterai dalam mengoperasikannya.
2. Alat ini mudah pecah khususnya bagian kimianya.
3. Bagian Elektro mudah rusak jika terkena benda-benda tajam khususnya bagian LCD
4. Harga untuk pembelian pertama mahal.

Kelebihan
1. Pasien dapat segera mengetahui hasil tes AIDS secara cepat dan akurat.
2. Alat ini dapat digunakan semua orang secara simple.
3. Alat ini dapat dipakai berulang kali hanya dengan mengganti komponen kimianya.
4. Alat ini dapat dipakai dalam kondisi apapun dan dimanapun.
5. Harga untuk bagian kimia sangat murah.

Dan yang terpenting saat ini peralatan ini hanya lah sebuah imajinasi saja yang bertujuan untuk menyelamatkan banyak orang. Akan tetapi suatu saat alat ini pastilah terwujud. Selama kita masih bermimpi bahwa alat ini akan ada maka alat ini akan segera terwujud. Jadi tetaplah utuk bermimpi.

Best regard
Ign.Aditya Anggar

Tanggapan etika dalam rekayasa

Eksperimentasi dalam Etika Rekayasa

Peran manusia sangat memegang peran penting dalam melakukan sebuah percobaan. Dimana manusia sangat menentukan maju atau mundurnya sebuah eksperimen. Akan tetapi etika memegang peranan penting dalam mengarahkan arah dari tujuan penelitian. Tingkat kereatifitas dari setiap personel sangat diperlukan dalam membuat hal-hal yang revolusioner. Jika kreatifitas seseorang telah dipasung maka akan sangat sulit mengembangkan sebuah penelitian. Dalam hal ini kreatifitas sangat dipengaruhi dari lingkungan tempat peneliti bekerja.

Pada kasus mengembangkan pisang goreng yang enak memang dibutuhkan percobaan berkali-kali hingga menemukan takaran yang sesuai guna menghasilkan pisang yang enak. Serta resep merupakan hasil kreatifitas dari si pembuat. Hal ini menunjukan bahwa kreatifitas sangat dituntut dalam menghasilkan sesuatu yang baru, selain itu dibutuhkan semangat pantang menyerah jika menemui sebuah kegagalan dalam proses percobaan tersebut. Dengan memiliki kedua sifat mendasar tersebut, niscaya kegiatan rekayasa akan memperoleh hasil yang diharapkan.

Tetapi perlu diingat selama proses rekayasa kita harus mentaati aturan yang berlaku.Misal aturan hukum, aturan sosial. Sehingga hasil yang diperoleh tidak menimbulkan efek negatif pada masyarakat.

Tanggapan Metodologi Penelitian di Kajian Teknologi Industri

Kajian Teknik Industri

Pada hakekat nya penulisan s1 hanya berdasarkan mengamati dan mencari solusi dari permasalahan yang telah ada dengan menggunakan teknik yang telah ada. Untuk s2 penulisan mencapai pada batasan menganalisa mencari permasalahan serta menyelesaikan problem dari suatu masalah. Sedangkan s3 mencapai pada tahap menciptakan sebuah metoda baru dari penyelesaian sebuah permasalahan.

Pada kasus mencari topik skripsi akan lebih baik jika mahasiswa telah menguasi topik yang akan dibahas. Karena dengan menguasai topik skripsi mahasiswa akan lebih mudah dalam menentukan alur dan kedalaman dari pembahasan. Dengan demikian penulis dapat mengembangkan analisa secara mendalam dan lebih spesifik lagi. Akan tetapi perlu diingat agar tidak mencari-cari sebuah masalah dimana pada kenyataan tidak terdapat sebuah permasalahan dalam sebuah perusahaan.

Pada kasus berusaha menyelesaikan persolan dengan menggunakan ilmu yang telah dikuasai, jika data yang dibutuhkan serta data yang nanti nya dibutuhkan dapat diperoleh secara cepat maka akan menjadi sebuah nilai tambah bagi penulis. Pada umum nya data yang diambil belum ada dan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses penulisannya.
Tidak ada suatu yang paling benar dalam konteks penulisan skripsi karena ini sangat tergantung dari komitmen penulis sendiri serta mempertimbangkan waktu yang tersedia dalam memperoleh data.

Pengertian Kuesioner

Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapat jawaban (Depdikbud:1975)
Angket adalah suatu daftar atau kumpulan pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga ( WS. Winkel, 1987)
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data ( I. Djumhur, 1985 )
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang tidak
memerlukan kedatangan langsung dari sumber data ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang/anak yang ingin diselidiki atau responden (Bimo Walgito, 1987).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan tertulis yang diajukan kepada
subyek untuk mendapatkan jawaban secara tertulis juga

Pengambilan data dapat dilakukan secara :
a. Pertanyaan langsung vs Pertanyaan tidak langsung
Perbedaan mendasar antara Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung ialah terletak pada tingkat kejelasan suatu pertanyaan dalam mengungkap informasi khusus dari responden. Pertanyaan Langsung menanyakan informasi khusus secara langsung dengan tanpa basa-basi (direct), dimana jawaban diperoleh dari sumber pertama tanpa menggunakan perantara. Pertanyaan Tidak Langsung menanyakan informasi khusus secara tidak langsung (indirect), dimana Jawaban angket itu diperoleh dengan melalui perantara, sehingga jawabannya tidak dari sumber pertama.

Contoh :
Pertanyaan Langsung: Apakah Saudara mengenal tersangka pembunuhan?
Pertanyaan Tidak Langsung: Bagaimana pendapat saudara terhadap pembunuhan yang dilakukan oleh budi?
b. Pertanyaan Khusus v.s Pertanyaan Umum
Pertanyaan Khusus menanyakan hal-hal yang khusus yang dibutuhkan oleh penulis. Sedang Pertanyaan Umum biasanya menanyakan informasi mengenai identitas dari koresponden. Lebih baik pertanyaan dimulai dari umum ke khusus.
Contoh pertanyaan :
Pertanyaan Khusus: Apakah saudara mengenal sistem Kanban?
Pertanyaan Umum: Berapa umur anda?
c. Pertanyaan Tentang Fakta v.s Pertanyaan Tentang Opini
Pertanyaan tentang fakta yang menghendaki jawaban dari responden berupa fakta; sedang Pertanyaan tentang opini menghendaki jawaban yang bersifat opini. Pada praktiknya dikarenakan responden mungkin mempunyai memori yang tidak kuat ataupun dengan sadar yang bersangkutan ingin menciptakan kesan yang khusus; maka Pertanyaan tentang fakta belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang bersifat faktual.
Demikian halnya dengan pertanyaan yang menanyakan opini belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang mengekspresikan opini yang jujur. Hal ini terjadi karena responden mendistorsi opininya didasarkan pada adanya “tekanan sosial” untuk menyesuaikan diri dengan keinginan social dan lingkungannya.
Contoh:
Pertanyaan Tentang Fakta: Majalah apa yang anda sukai?
Pertanyaan Tentang Opini: Mengapa saudara menyukai majalah Aneka?
d. Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya v.s. Pertanyaan dalam bentuk kalimat pernyataan
Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya memberikan pertanyaan langsung kepada responden dimana jawaban yang diperoleh dapat beraneka ragam; sedang pertanyaan dalam bentuk kalimat pernyataan menyediakan jawaban persetujuannya.
Contoh:
Pertanyaan dalam bentuk kalimat tanya: Apakah saudara setuju dengan pemilihan rector secara langsung?
Pertanyaan dalam bentuk kalimat pernyataan: Pemilihan rector secara langsung akan dilaksanakan.
Jawabannya: a. setuju b. tidak setuju

daftar pustaka
http://www.psend.com/users/jsarwono/bab12.html Diakses tanggal 27 Oktober 2008 04:20

Peran etika dalam rekayasa produk

Aktifitas Etika dalam proses rekayasa

Proses rekayasa terbagi atas :
1. Identifikasi kebutuhan fungsi
2. Analisis fungsi
3. Membangkitkan alternatif/ide
4. Menentukan alternative
5. Membuat prototipe
6. Ujicoba
7. Implementasi

Proses identifikasi kebutuhan fungsi merupakan kegiatan terpenting dalam proses rekayasa. Dimana pada proses ini membutuhkan informasi mengenai kebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan. Sehingga proses penambahan fungsi dapat sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan. Misal ukuran, berat, tampilan, ketahanan, dsb. Setelah mengidentifikasi fungsi dibutuhkan pencarian data, fakta, serta apa yang diyakini orang selama ini sebagai fakta,dll.
Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan mengidentifikasi fungsi sebagai dasar penentu dalam menilai apakah penambahan fungsi tersebut telah sesuai asas-asas moral yang berlaku secara umum.

Proses analisis fungsi harus mampu menjawab tujuan, rencana, hasil akhir yang ingin dicapai, langkah-langkah yang diperlukan, informasi tambahan yang diperlukan. Semakin sulit masalah yang akan dipecahkan maka barang yang dihasilkan akan semakin bermanfaat.
Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan analisis fungsi sebagai dasar dalam menganalisa apakah langkah langkah yang telah diterapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam hokum.

Proses pembangkitan idea atau alternatif sangat membutuhkan ide kreatifitas dari pada pengetahuan ketika sebuah masalah muncul. Dalam hal ini kita dapat menggunakan alat bantu (misal diagram pohon, diagram paretto,dll)
Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan proses pembangkitan ide atau alternatif sebagai dasar dalam konsep pengembangan. Dimana konsep pengembangan alternatif yang diusulkan harus murni dari konsep pribadi, bukan sebagai kegiatan plagiat.

Menentukan alternatif sangat dibutuhkan dalam memilih dari berbagai macam alternatif yang ada. Dengan demikian kita dapat menentukan arah dari konsep pengembangan fungsi. Dimana alternatif yang dipilih terlah memenuhi beberapa persyaratan, misalnya memenuhi kebutuhan konsumen, tidak merugikan konseumen, tidak memerlukan biaya investasi peralatan yang mahal, serta dapat meningkatkan keuntungan dari perusahaan, dll.
Dalam hal ini peran etika sebagai dasar pertimbangan dalam memilih alternatif (misal produk telah sesuai dengan normal moral dan asusila yang berlaku).

Membuat prototype dibutuhkan dilakukan dengan membuat model dari produk yang akan diproduksi. Dimana dalam proses ini dilakukan analisis secara mendalam sebelum produk diproduksi secara masal. Analisis dilakukan dalam rangka pemilihan bahan baku, sifat dari bahan baku serta kebutuhan akan bahan baku dalam memproduksi 1 buah produk.
Peran etika dibutuhkan dalam proses membuat protoype sebagai dasar pemikiran dalam pemilihan bahan baku yang aman bagi konsumen. Misal bahan baku dari melamin, timbal tidak dipergunakan sebagai bahan baku karena berbahaya bagi konsumen.

Proses uji coba merupakan tahap akhir dari proses rekayasa sebelum implementasi produk. Analisis yang dilakukan dapat berupa ketahanan dari produk, efek samping dari produk, biaya dalam proses produksi, kenyamanan dan keamanan.
Dalam hal ini etika berpengaruh dalam menentukan hasil akhir apakah produk tersebut layak dipasarkan ke konsumen atau tidak.

Implementasi merupakan tahap akhir dari proses rekayasa, dimana produk hasil percobaan mulai diuji coba pada area produksi. Pada proses ini dilakukan analisis pada kemampuan mesin dalam memproses barang, kemampuan produksi maksimal dari mesin, serta keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan.
Etika berpengaruh dalam menentukan harga jual dari produk, dimana harga yang ditetapkan harus sesuai dengan fungsinya.

« Older entries